Selasa, 30 Maret 2010

SENJA DI UFUK DEMPO


3Januari 2010

“Derrrtttt…..dreeetttt…..”terdengar sayup-sayup getar hape di pojok meja yang sedari tadi sengaja kuletakkan di atasnya. Rasa malas menghampiriku tuk mengambilnya, capek, lelah, saat ini sedang menghantam tubuhku yang lemah, mungkin akibat terlalu banyak aktifitas yang dari kemaren pagi sudah mulai menumpuk mengisi waktuku, mulai dari pagi harinya harus beres-beres kamar tidur di tambah lagi sebuah musibah yang datang menerpa keluarga besar kami, tak disangka dan tak terduga datang tanpa undangan terlebih dahulu. Seorang dari salah satu keluargaku tepatnya paman, harus pergi meninggalkan kami untuk selamanya, dengan susah payah aku meninggalkan kota ini, melaju dengan kecepatan penuh menuju desa yang jarak tempuhnya lebih kurang dua jam perjalanan, belum lagi harus Bantu-bantu keluarg “Uh….sungguh capek sekali” desahku waktu itu. Tapi kemudian malamnya aku harus pulang lagi ke kota untuk menghadiri kajian umum, tepat sekali di saat berita duka itu datang.

Getaran hape terus saja berbunyi, dengan malas kuambil hape itu yang sedari tadi mengganggu istirahatku. Sayup-sayup dari seberang jalan terdengar suara perempuan yang sudah lama aku kenal.

“Assalamualaikum supri..!!! lagi dimana? udah sarapan belum? oh ya tolong nanti sekitaran jam delapan kantornya dibuka ya!! okey! dahhh…..” klekk! terdengar suara telepon di tutup dan kini tinggallah aku sendiri yang sulit mencerna pembicaraan singkat tadi, atau mungkin pembicaraan kilat antara seorang ikhwan dengan akhwat. Tapi itulah kalau orang yang terlalu sibuk, kadang ngomongnya pun agak di percepat, maklumlah mungkin dia menganut paham “WAKTU ADALAH UANG” jadi jangan pernah menyia-nyiakan waktu, begitu sebuah pepatah yang aku dengar dahulu sewaktu masih menginjakkan kaki di altar Sekolah Dasar Negeri Burai, sebuah masa-masa indah yang tak akan pernah terlupakan.

Kugerak-gerakkan badanku dari kasur empuk yang tiada duanya di dunia ini, meliuk-liuk bak seoarang penari ular (ups…itu hanya khusus di kamar loh!) memberikan kesempatan tubuh untuk menikmati pagi hari yang cerah. Kulirik jam di atas televisi yang selalu berdetak-detak setiap saat, ternyata sekarang sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB, bergegas aku bangun, pergi ke kamar mandi dan bersih-bersih.

“Astaghfirullahaladziiimm……”

baru sadar ternyata air di kamar mandi kosong, dengan mimik muka yang hampir marah , badan sempoyongan kuturuni tangga dan langsung berlari menuju masjid, eh salah wc masjid, bersih-bersih badan terus membuka pintu kantor , dan menunggu kedatangan seorang bidadari Alfurqon “BUNDA DIAN”.

Bunda Dian bener-bener seorang bidadari yang sengaja di turunkan oleh Allah dari langit untuk menemani dan menyirami hati setiap hambanya yang gelisah, dengan wajahnya yang cantik di tambah lagi sifatnya yang anggun semakin membuat tersanjung seseorang yang memandangnya, walaupun sekilas pertama kali melihatnya, tapi orang akan tahu dengan keindahan dan kelembutan akhlaknya, dan sangat di sayangkan hanya sedikit orang yang tahu akan kesucian hati beliau, ya…salah satunya aku.

Sudah pukul 07.45 WIB, belum kelihatan batang hidungnya, padahal sudah mulai bosan hati ini menunggu, aku mulai tidak betah berlama-lama menunggu.

“Assalamualaikum….!! Supri mau kemana?” panggilnya santun

“Waalaikum salam, eh….Bunda Dian, kok baru dateng bun?”.jawabku sekenanya

“iya nih, ada macet tadi di jalan, Supri udah lama nunggunya?” jawabnya singkat sambil tersenyum manis

“Ah….belum lama juga sih” jawabku.

Sayang seorang Bunda Dian umurnya jauh di atasku, jika seandainya beda satu tahun saja, mungkin aku bersedia datang melamarnya.

* * * * *

Kicauan burung semakin terdengar riang, saat matahari mendongakkan kepalanya menyambut pagi yang cerah, karna selama ini awan yang membawa hujan selalu menutupi sinar sang matahari, mungkin karena itulah hari ini matahari kelihatan gagah dengan sinarnya. Langitpun tampak cerah dengan warna birunya yang selalu dihiasi awan-awan putih, seolah olah itu adalah permata yang selalu melekat di awan yang indah, sampai-sampai burung-burungpun rela menyanyi dengan riang gembira di atas dahan pohon-pohon di halaman sekolah.

“Oiiii……!!!!” terkejut aku disapa begitu oleh salah satu anggota liburan.

“Kenapa?” tanyaku sekenanya. Padahal waktu itu masih dalam kondisi tidak terdidik (maksudnya belum mandi).

“Mana yang lain kok belum datang juga? Udah jam berapa nih!?” Tanya Oom Yudi lagi.

Oh iya Oom Yudi, pria gemuk, selalu ramah pada siapapun, bahkan sangat baik, karna beliau dengan senang hati menghibur kami dikala suka dan duka. Konon katanya dulu sewaktu dia masih muda, tubuhnya tidak segemuk seperti sekarang ini, katanya lagi, dulu dia begitu ganteng, kalau di mirip-miripkan sepertinya ada kesamaan dengan Bang Haji Roma Irama. salut!

“Breeemmmm……!!!!!” bunyi mobilnya menderu-deru di jalan, asap kenalpot tak ubahnya seperti bakaran kayu yang masih basah sehingga mengepulkan asap yang banyak, tapi mobil inilah yang nantinya sangat berjasa mengantarkan kami ke Pagar Alam, tempat wisata kami.

“Oom, udah dibawa blum peralatannya?” Tanya Bunda Dian

“Udah dong, apa sih yang tidak untuk kalian!”

“Ya udah kalo gitu, Dian mau menyiapkan barang-barang yang lain, Oom tunggu aja di sini, inget loh! jangan kemana-mana! Okey!!!!” jelas Bunda Dian panjang lebar, tapi sepertinya Oom Yudi lebih asyik membetulkan kaca spion mobilnya.

Merasa tidak ada tanggapan Bunda Dian langsung masuk ke kantor menyiapkan segala sesuatunya yang harus dibawa ke Pagar Alam.

Tak berapa lama rombongan yang lain berangsur datang ke kantor, Bunda Meli, Bunda Fifin, Bunda Robiah, Ust Alfi beserta keluarga datang memadati kantor administrasi umum.

“Mana yang lain?”Tanya Bunda Fifin dengan nada agak kesal.

“Sabar Bu…..!!!” canda Bunda Dian.

Suasana seperti inilah yang nantinya akan menjalin ke akraban diantara kami semuanya, ternyata liburan kali ini sangat berkesan, bahkan ada yang sampai benar-benar plong! bebas dari masalah yang menimpanya, tapi nanti saja ceritanya. Hari ini awal dari perjalanan hidup kami yang menegangkan dan menyenangkan, tantangan bahkan cobaan yang menghadang kini berada tepat dihadapan kami. Nantinya juga cobaan dan tantangan ini akan ada di dalam kehidupan sehari-hari kita, tinggal bagaimana pribadi kita menghadapinya, apakah harus dengan cara menghindar? ataupun dengan cara melawan tantangan itu sendiri? semuanya bisa teratasi jika kita memiliki kemauan yang keras untuk terus memperbaiki diri dan menghadapi maslaah tersebut, di tuntut sikap dewasa untuk melawan arus perubahan dan arus tantangan ini.

Ternyata momen yang di tunggu-tunggu sebentar lagi tiba, tapi masih kurang satu rombongan mobil lagi, Oom Anton, pria kelahiran Sukabumi, dari raut mukanya menandakan bahwa orangnya konsisten, tanggung jawab, baik, dan juga ternyata beliau juga lucu. Oom Anton mirip sekali dengan Oom Yudi, semua orang mengira kalau Oom Anton bukan keluarga Oom Yudi, tapi nyatanya mereka satu kandung ibu.

Aku semakin bingung, entah sudah berapa lama kebingungan ini melanda, mungkinkah karena terlalu banyak yang di pikirkan. Saat ini semuany6a bercampur menjadi satu, seperti makanan gado-gado yang di ulek-ulek sampai semuanya rata, tapi hatiku lebih dari itu, coba bayangkan! hari ini teman-teman berangkat ke Pagar Alam, mau ikutan jalan-jalan tapi harus nganter teman pulang tepat pukul 11.00 WIB. Duh…bingung.

“Supri, tidak ikutan?” Tanya Bunda Dian lembut, hampir-hampir aku tidak mendengarnya

“Eh,….ii..iya, insyaalloh nyusul” jawabku. Padahal waktu itu positif untuk tidak ikut liburan ke Pagar Alam.

“Udah ikut aja! kalo nyusulkan capeknya Supri sendiri! tul ga?” pancing Bunda Dian, dengan senyuman manisnya yang khas.

“Ntar ya Bun, saya Tanya dulu sama temanku itu, nanti yang nganternya mungkin Eko”.

“Tapi jangan lama-lama ya!” serunya, seperti memelas mengharapkan kehadiranku.

“Okelah kalau begitu” ucapku sambil berlalu dari mereka, aku berlari sejadi-jadinya. Ada perasaan bahagia ikut liburan tersebut, apalagi yang mengajak adalah seorang bidadari, uh….kereeen!.Terus saja aku berlari menuju kamar spesial, saking spesialnya aku harus menaiki tangga sampai ke lantai tiga. Hebat!

Tidak lama kemudian kedatanganku di sambut hangat oleh semua peserta liburan, dan tanpa disangka-sangka akhirnya seorang supri mau mengunjungi Pagar Alam Kota Bunga. Dengan susah payah aku mengumpulkan segenap keberanian untuk menghadapi itu semua, untuk ikut pergi liburan, dan akhirnya! takdirlah yang mempertemukan aku dengan Pagar Alam, juga sebuah kenangan cinta yang manis, nantilah aku ceritakan. Subhanallah!.

Kulirik jam yang ada di hape, ternyata tepat pukul 08.30 WIB.

“Oke semuanya, baca doa sebelum berangkat, biar perjalanan kita lancar dan tidak ada halangan apapun di jalan nanti”.

“Breemmmm……mobil melaju membawa segudang harapan untuk menggali segenggam kebahagiaan di Pagar Alam setelah doa selesai di panjatkan

“Oke epri badi….les go….!!!!” dan mobilpun melaju kencang meninggalkan Alfurqon beserta kenangan-kenangan indahnya sewaktu hari-hari kerja.

(ditulis oleh supriadi beganti namo" kenangan yang takkan terlupakan")

2 komentar:

  1. Lumayan bagus, walau sedikit gantung (Kisah serunya sesampai di Pagar Alam gak dirinci)..

    Tapi, kok panggilan buat yang perempuan Bunda..??

    BalasHapus
  2. sorry rencananya mau dibuat novel, masih ada sambungannya kok tunggu aja kelanjutan kisahnya.
    oh iy karena disekolah kami guru perempuannya di paggil bunda.

    BalasHapus